Bangkitnews | JAKARTA– Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) mengungkapkan keprihatinan mendalam terkait tindak kekerasan terhadap wartawan. Kekerasan ini bahkan telah menelan korban jiwa serta menimbulkan trauma bagi keluarga yang ditinggalkan.
“Kita harus melawan. Kita tidak boleh gentar menghadapi berbagai bentuk ancaman, teror, intimidasi, dan kekerasan ini,” ujar Ketua Umum PWI Pusat, H Zulmansyah Sekedang, didampingi oleh Edison Siahaan, Direktur Satgas Anti Kekerasan terhadap Wartawan PWI Pusat, pada Jumat, 6 September 2024.
Zulmansyah mengeluarkan pernyataan tersebut setelah melakukan pertemuan dengan orangtua wartawan Tempo, Hussein Abri Dongoran, dan jajaran Pengurus PWI DKI Jakarta di Kantor PWI DKI Jakarta. Tiga hari sebelumnya, pada Selasa, 3 September, Hussein yang juga dikenal sebagai host podcast *Bocor Alus*, mendapat teror dari pihak tak dikenal di Jalan KH Usman, Kukusan, Beji, Kota Depok, Jawa Barat. Insiden itu terjadi ketika kaca belakang mobilnya yang diparkir dekat Pos Polisi Kukusan pecah setelah ia memperpanjang SIM.
Teror ini bukan kali pertama. Sebelumnya, pada Senin, 5 Agustus 2024, sekitar pukul 21.50, Hussein mengalami insiden serupa di dekat rumah dinas Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Peristiwa tersebut telah dilaporkan ke Polres Jakarta Selatan keesokan harinya, namun sampai saat ini belum ada perkembangan signifikan.
Zulmansyah mendesak Kapolri dan aparatnya agar memberikan prioritas dalam penyelesaian kasus-kasus kekerasan terhadap wartawan. Kekerasan ini, menurutnya, bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga merupakan ancaman langsung terhadap kebebasan berekspresi, kebebasan berpendapat, dan demokrasi di Indonesia.
“Sebagai wakil wartawan dan keluarga yang menjadi korban kekerasan serta teror, PWI Pusat menyampaikan apresiasi kepada Kapolri dan tim yang berhasil mengungkap beberapa kasus kekerasan terhadap wartawan di Aceh dan Sumatera Utara,” ungkap Zulmansyah.
Edison Siahaan, Direktur Satgas Anti Kekerasan terhadap Wartawan PWI Pusat, menegaskan bahwa berbagai bentuk kekerasan terhadap wartawan masih terus berlangsung. Bukan hanya kekerasan fisik seperti pemukulan, tetapi juga kekerasan non-fisik, seperti penghinaan verbal, perusakan peralatan, dan upaya menghalangi kerja wartawan dalam mencari informasi. Bahkan, kekerasan tersebut telah merenggut nyawa wartawan.
PWI meminta aparat penegak hukum agar serius menangani kasus kekerasan terhadap wartawan. Secara hukum, wartawan dilindungi oleh Pasal 8 UU No 40 tahun 1999 tentang Pers dalam menjalankan tugas jurnalistiknya.
“Namun, hingga saat ini, kekerasan terhadap wartawan dan awak media masih terjadi di lapangan,” kata Edison.
Kekerasan tersebut, termasuk ancaman, intimidasi, serta tindakan perampasan dan perusakan alat kerja wartawan, sangat mengkhawatirkan organisasi PWI. Edison juga menyoroti kekerasan yang terjadi pada wartawan yang meliput sidang mantan Menteri Pertanian RI, serta ancaman penculikan yang dialami wartawan saat meliput kegiatan Atta Halilintar.
“Kami berharap polisi segera bertindak dan menangani laporan kekerasan ini dengan serius,” tegas Edison.
( anton )